Dunia yang telah memasuki era revolusi industri 4.0 nampaknya bukan lagi isapan jempol belaka. Berbagai teknologi yang menjadi tanda dimulainya revolusi industri 4.0, sudah mulai diterapkan di berbagai lini. Salah satunya artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang semakin berkembang saat ini. Bukan hanya untuk industri, AI juga dikembangkan untuk mempermudah kehidupan manusia di aspek lainnya. Seperti ditulis Kompas.com, Sabtu (29/9/2018), perusahaan telekomunikasi terbesar di Korea, KT, melengkapi sebuah hotel dengan kecerdasan buatan awal tahun ini. Mereka memasang speaker pintar di kamar Novotel Ambassador Hotel and Residences di Dongdaemun, Seoul. Speaker pintar ini dapat digunakan para tamu untuk menyalakan lampu, mengubah saluran televisi, hingga memesan handuk di layanan kamar. Selain AI, terdapat empat teknologi lain yang menjadi penopang industri 4.0, yakni internet of things, human-machine interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi percetakan tiga dimensi (3D). Kelima teknologi tersebut menjadi tanda bahwa di era ini industri akan memasuki dunia virtual serta penggunaan mesin-mesin automasi yang terintegrasi dengan jaringan internet. Efek dari penerapan kelima teknologi ini adalah meningkatnya efisiensi produksi dan terjadi peningkatan produktivitas serta daya saing.  

 Layaknya koin yang punya dua sisi berbeda, industri 4.0 tak hanya membawa keuntungan bagi sektor industri, tapi juga tantangan baru bagi para tenaga kerja. Seperti diwartakan Kompas.com, Rabu (21/2/2018), adanya otomasi atau pemanfaatan robot dalam proses produksi manufaktur memungkinkan terjadinya pengurangan tenaga kerja, walaupun jumlahnya tak signifikan. Untuk menghadapi perubahan yang dibawa industri 4.0, Indonesia pun sudah bersiap mengantisipasinya. Salah satunya dengan meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui program link and match antara pendidikan dan industri. Kebijakan link and match ini dilaksanakan untuk memastikan agar kompetensi yang dimiliki SDM Indonesia sudah sesuai dengan kebutuhan industri berbasis teknologi digital, seperti halnya revolusi industri 4.0. Generasi Milenial Tak Luput dari Perubahan Sebagai salah satu SDM Indonesia, generasi milenial pun tak luput dari perubahan yang dibawa revolusi industri 4.0.
 Generasi yang lahir pada medio 1980-1999 ini harus bersiap dengan kondisi tersebut karena masa depan industri dan manufaktur Indonesia berada di tangan mereka.  Tak hanya pintar dan menguasai teori, mereka harus memiliki kemampuan belajar (learning ability) tinggi untuk mengikuti perubahan yang berlangsung cepat. Terlebih bagi mereka yang ingin bekerja di bidang teknik dan menjadi engineer. Untuk bisa memiliki tingkat kemampuan belajar yang tinggi mereka harus melatihnya sejak dini saat mulai masuk kuliah.  Dalam hal ini, lembaga pendidikanlah yang memegang peran penting untuk membuat generasi milenial memiliki kemampuan belajar yang tinggi. Ini berarti lembaga pedidikan harus bisa mengasah kemampuan belajar mahasiswanya agar mampu mengikuti perubahan yang terjadi dengan cepat. Dengan demikian mereka mampu menjawab tantangan yang datang bersama industri 4.0. Salah satunya, seperti yang dilakukan Universitas Prasetiya Mulya di School of Applied STEM (Science Technology Engineering & Mathematics). Lembaga pendidikan ini merancang kurikulum yang melatih mahasiswanya untuk memiliki kemampuan belajar yang tinggi sejak tahun pertama kuliah.